Sabtu, 28 November 2009
Talaqqi (Berhadapan Langsung Dengan Guru)
Para sahabat dan alim ulama terdahulu belajar dengan cara talaqqi (berhadapan langsung dengan guru). Bukan dengan metode filologi semata (mempelajari kitab secara mandiri). Walaupun perintah belajar itu sifatnya fardhu ‘ain, namun dengan mengikuti tertib yang diajarkan seorang guru akan mendatangkan keberkahan.
Sekh Nawawi Al Bantani belajar secara talaqqi kepada Sekh Sahal Banten dan Sekh Yusuf Purwakarata kemudian melanjutkannya di Makkah Mukarramah kepada Imam Masjidil Haram Syekh Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syekh Abdul Hamid Daghestani.
Berhajat Kepada Ilmu
Menuntut ilmu dapat dilakukan dengan membaca kitab para ‘ulama tapi yang terpenting adalah dengan cara mujalasah, yakni duduk langsung dengan para ‘ulama tersebut. Kepahaman dan keberkahan akan bercucuran dari langit dengan cara seperti ini. Seorang murid secara langsung bisa menyaksikan bagaimana cara orang ‘alim atau ulama itu mengajar, men-syarah-kan, menjawab pertanyaan dll.
Murid Imam Ahmad رحمه الله تعلى berkata: “Saya berteman dan bersahabat dengan Abu Abdillah (Imam Ahmad) dan saya pelajari darinya ilmu dan adab.
Salah seorang murid Imam Malik رحمه الله تعلى yakni Ibnu Wahhab رحمه الله berkata: “Pelajaran adab-adab dari imam Malik رحمه الله تعلى kami dapatkan lebih banyak daripada pelajaran ilmu”
Artinya bahwa Ibnu Wahhab رحمه الله تعلى selaku seorang murid, betul-betul bergaul, belajar dan bermajelis dengan gurunya.
Peorang penuntut ilmu harus memiliki hajat terhadap ilmu dan beradab terhadap ilmu sebelum memulai langkah menuju menuntut ilmu. Oleh karena itu sangat banyak wasiat-wasiat dari para ‘ulama tentang pentingnya belajar adab.
Imam Malik رحمه الله تعلى pernah berkata kepada seorang pemuda dari kalangan masyarakat Quraisy (keturunan Qurasy):
“Wahai anak saudaraku, belajarlah adab tersebut sebelum kamu memulai belajar ilmu” Adab menuntut ilmu merupakan hajat yang sangat penting sekali.
Berkata Yusuf bin al Husein: “Dengan adab itu, ilmu tersebut dipahami.”
Berkata Abu Abdillah al-Balhi : “Adab terhadap ilmu lebih banyak daripada ilmu itu sendiri ”
Juga berkata Imam Laits ibn Sa’ad : “Ketika saya memperhatikan para penuntut ilmu hadits, lalu saya melihat pada mereka ada suatu kecacatan (suatu hal yang perlu dikritik dan dinasehati) lalu beliau berkata: “apa itu…?
Kalian kepada adab sedikit tapi kepada ilmu berhajat lebih banyak”
Jumat, 20 November 2009
Berjalan Jauh
Jabir bin Abdillah r.a.
Jabir bin Abdillah r.a. menempuh jarak sejauh sebulan perjalanan semata-mata untuk bertemu Abdullah bin Unais demi sebuah hadits. Bayangkan, hanya demi sebuah hadits, Jabir r.a. sanggup menempuh jarak yang begitu jauh, perjalanan yang begitu sulit. Siang kepanasan, malam kedinginan, makan minum tak tentu ada, bila hujan betrteduh dimana…? Sedangkan di antara para sahabat Nabi saw Jabir r.a. termasuk yang paling banyak meriwayatkan hadits yakni sebanyak 1.540 buah hadits.
Bermusafir
Rufai' bin Mihran Ar-Riyahi Al Bashri
Seorang tabi'i, Rufai' bin Mihran Ar-Riyahi Al-Bashri rahimahullah (wafat 93 H) yang terkenal dengan gelar Abul 'Aliyah berkata "Kami mendengar riwayat dari sahabat-sahabat Nabi saw di Basrah, namun kami tidak merasa puas hingga kami bermusafir ke Madinah untuk mendengarnya langsung dari mulut-mulut mereka sendiri"
Sa'id bin Al-Musayyab
Sa'id bin Al-Musayyab, ulama besar Madinah (wafat 94 H) berkata:
"Aku bermusafir selama berhari-hari untuk mendapatkan sebuah hadits."
Siapakah Sa'id bin Al-Musayyab ? Beliau adalah salah seorang di antara tabi’in yang digelar Sayyidut Tabi'in.
As Sya’bi
Seorang tabi'i terkenal, 'Amir bin Syarahil Al-Kufi rahimahullah atau terkenal dengan gelaran As-Sya'bi (wafat 103 H) berjalan dari Kufah menuju Madinah karena tiga buah hadits yang disampaikan kepadanya.
Seorang tabi'i, Rufai' bin Mihran Ar-Riyahi Al-Bashri rahimahullah (wafat 93 H) yang terkenal dengan gelar Abul 'Aliyah berkata "Kami mendengar riwayat dari sahabat-sahabat Nabi saw di Basrah, namun kami tidak merasa puas hingga kami bermusafir ke Madinah untuk mendengarnya langsung dari mulut-mulut mereka sendiri"
Sa'id bin Al-Musayyab
Sa'id bin Al-Musayyab, ulama besar Madinah (wafat 94 H) berkata:
"Aku bermusafir selama berhari-hari untuk mendapatkan sebuah hadits."
Siapakah Sa'id bin Al-Musayyab ? Beliau adalah salah seorang di antara tabi’in yang digelar Sayyidut Tabi'in.
As Sya’bi
Seorang tabi'i terkenal, 'Amir bin Syarahil Al-Kufi rahimahullah atau terkenal dengan gelaran As-Sya'bi (wafat 103 H) berjalan dari Kufah menuju Madinah karena tiga buah hadits yang disampaikan kepadanya.
Keliling Dunia
Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, "Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengelilingi dunia sebanyak dua kali sampai beliau menghimpun Al-Musnad.
" Beliau merentas dunia menuju Syam, Maghribi, Algeria, Mekah, Madinah, Hijaz, Yaman, Iraq, Parsi, Khurasan .... kemudian beliau kembali ke Baghdad.
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, "Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengelilingi dunia sebanyak dua kali sampai beliau menghimpun Al-Musnad.
" Beliau merentas dunia menuju Syam, Maghribi, Algeria, Mekah, Madinah, Hijaz, Yaman, Iraq, Parsi, Khurasan .... kemudian beliau kembali ke Baghdad.
Berjalan Kaki
Imam Baqiy bin Makhlad Al-Andalusi
Imam Baqiy bin Makhlad Al-Andalusi rahimahullah (lahir 201 H, wafat 276 H) berjalan kaki dari Andalus (Spanyol) ke Baghdad semata-mata untuk menemui Imam Ahmad bin Hanbal dan mempelajari hadits darinya.
Usianya ketika itu lebih kurang 20 tahun. Tiba di sana, beliau hanya mampu mempelajari hadits dari balik pintu karena adanya fitnah yang menimpa Imam Ahmad. Setiap hari hanya mendapat beberapa buah hadits. Dan berkat kesabaran dan kesungguhannya, sebanyak 300 buah hadits telah berhasil didengarnya.
Imam Ibnu Abi Hatim Ar-Razi
Imam Ibnu Abi Hatim Ar-Razi rahimahullah menceritakan kehebatan bapanya, Imam Abu Hatim Muhammad bin Idris Ar-Razi rahimahullah (lahir 195 H, wafat 277 H). Beliau bermusafir dari Kufah ke Baghdad berkali-kali. Begitu juga dari Mekah menuju ke Madinah.
Dari Madinah menuju Mesir hanya dengan berjalan kaki. Beliau juga berjalan kaki dari Mesir ke Ar-Ramlah. Dari Ar-Ramlah ke Baitul Maqdis, 'Asqalan dan Tobariyah. Dari Tobariyah pula ke Damsyik. Dari Damsyik ke Hims. Dari Hims ke Antakia. Dari Antakia ke Tarasus. Dari Tarasus, beliau kembali lagi ke Hims. Kemudian ke Baisan dan ke Ar-Raqqah. Dari Ar-Raqqah, beliau mengharungi Sungai Eufrat menuju Baghdad.
Usianya ketika itu baru 20 tahun. Jarak yang begitu jauh ditempuh dengan berjalan kaki. Pengembaraan pertamanya memakan waktu 7 tahun dan pengembaraan kedua kalinya memakan waktu selama 3 tahun.
Mendatangi Seluruh Negeri
Keliling Timur dan Barat
Ibnul Muqri'
Ibnul Muqri' rahimahullah berkata "Aku mengelilingi timur dan barat sebanyak empat kali."
Abu Sa'd As-Saman Ar-Razi
Al-Hafiz Al-Faqih Abu Sa'd As-Saman Ar-Razi rahimahullah (wafat 445 H) mengelilingi dunia dari timur ke barat dengan berjalan kaki. Jumlah gurunya mencapai jumlah 3.600 orang.
Abul Fityan Umar Ar-Rowwasi
Al-Hafiz Abul Fityan Umar Ar-Rowwasi rahimahullah (lahir 428 H, wafat 503 H) telah putus jari-jarinya ketika pengembaraan ilmunya di kawasan yang sangat dingin. Beliau merupakan seorang ulama besar sehingga gurunya sendiri, Abu Bakar Khatib Al-Baghdadi dan Imam Al Ghazali meriwayatkan darinya. Bahkan Imam Al Ghazali sangat memuliakan Abu Fityan di dalam majelisnya.
Hijrah
Kisah Imam Ibnu A'bdil Daim Al-Maqdisi
Imam Ibnu A'bdil Daim Al-Maqdisi rahimahullah lahir di Nablus 575 H, hijrah dan wafat di Damsyik 668 H. Beliau mengajarkan hadits selama 60 tahun. Beliau adalah guru kepada para ulama ternama seperti Ibnul Hajib, Imam Nawawi, Ibnu Daqiq Al-'Id, Ibnu Taimiyah, Ad-Dimyati dan Ibnul Khabbaz rahimahumullah.
Mendatangi Setiap Mimbar (Majelis Ta’lim)
Mendatangi Guru
Abdullah ibnu Abbas r.a
Abdullah ibnu Abbas r.a. berkata “Aku merasa tertinggal jauh dalam masalah agama. Jika ada yang mengatakan bahwa ada seseorang yang mengetahui suatu ilmu agama atau mengaku telah mendengarnya langsung dari Rasulullah saw maka aku akan datang menemuinya dan membuktikannya.
Kebanyakan ilmu aku dapatkan dari kaum Anshar. Jika aku datang ke rumahnya dan aku dapati ia sedang tidur maka aku menghamparkan kain di depan rumahnya untuk menunggu, hingga wajah dan badanku menjadi kotor kena debu.
Sebagian dari mereka berkata “Engkau adalah ponakan Rasulullah saw mengapa menyusahkan diri padahal engkau dapat memanggilku…”
“Aku sedang menuntut ilmu maka akulah yang wajib mendatangimu” jawabku.
Aku pun terus mempelajari ilmu darinya hingga suatu ketika banyak orang yang belajar ilmu dariku, maka sahabat Anshar tadi baru menyadari dan berkata “anak ini ternyata lebih cerdas daripada kita…” (Darami)
Abdullah ibnu Abbas r.a. dijuluki Hibrul Ummah dan Bahrul Ulum. Ketika wafat di Thaif yang mengimami shalat jenazahnya adalah Muhammad, putra Ali bin Abi Thailb k.w. Ia berkata “Imam Rabbani ummat ini telah meninggalkan kita”
Abdullah ibnu Umar r.a. berkata bahwa “Orang yang paling istimewa mengetahui asbabun nuzul adalah Abdullah ibnu Abbas r.a.”
Banyak Guru
Abdullah ibnu Mubarak rah. a. adalah seorang Muhaddits terkenal. Ia berkata bahwa “Aku telah menemui 4.000 guru untuk mempelajari hadits”
Al-Hafiz Abu Sa'ad As-Sam'ani rahimahullah (lahir 506 H, wafat 562 H) mengembara selama lebih kurang 20 tahun. Ibnu Najjar rahimahullah berkata "Aku pernah mendengar seseorang berkata bahwa jumlah gurunya mencapai 7.000 orang"
Bapanya membawanya ke Naisabur, Kota Ulama Muhaddits pada tahun 509 H. Usianya ketika itu baru 3 tahun setengah. Beliau telah merantau kepada lebih dari 100 kota. Pengembaraannya secara keseluruhan memakan waktu lebih kurang 23 tahun. Sedangkan sistem pengangkutan yang paling bagus di zaman itu hanyalah binatang tunggangan dan itupun hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mampu. Jika tidak, maka mereka akan berjalan kaki.
Hormat Kepada Guru
Memuliakan Guru
Memuliakan Ulama
Banyak Waktu Di Dalam Madrasah
Abu Tohir As-Silafi
Ketika di Iskandariyah, Abu Tohir As-Silafi rahimahullah tidak pernah keluar ke taman melainkan sekali. Kebanyakan masanya dihabiskan di dalam madrasah. Para pelajar membacakan hadits di hadapannya sedang usianya ketika itu sudah mencapai 100 tahun. Kehidupannya benar-benar dihabiskan sebagai khadam kepada ilmu hadits.
Menahan Sakit
Menahan Lapar
Syeikh Abdul Qadir Al jailani
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani telah bepergian dari negerinya dan tempat kelahirannya, Jailan, menuju Baghdad tahun 488 H dan usianya pada saat itu adalah 18 tahun. Pada saat itu Baghdad menjadi pusat keilmuan terbesar di dunia Islam.
Di kota itu berkumpul ribuan ulama dalam berbagai bidang. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama' seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra' dan juga Abu Sa'ad Al Muharrimi.
Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani menuntut ilmu selama 32 tahun dan di dalamnya ia belajar berbagai macam ilmu syariat, kemudian mengajar dan memberikan nasihat mulai tahun 520 H.
Ibnu Rajab menggambarkan kepada kita bagaimana kesulitan (penderitaan) yang dialami Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani itu dari perkataan beliau sendiri :
“Saya makan pohon-pohon berduri, bawang yang mati dan daun-daun kering di pinggir sungai dan parit. Saya mengalami kesulitan ekonomi yang sangat parah di Baghdad hingga berhari-hari saya tidak makan makanan, tetapi saya memakan tumbuh-tumbuhan yang baru bersemi. Pada suatu hari saya keluar karena sangat kelaparan, dengan berharap saya menemukan daun kering atau bawang dan sebagainya untuk bisa saya makan. Tidak ada tempat yang saya datangi, kecuali orang lain telah mendahuluiku. Jika aku menemukan orang, tentulah dia orang miskin yang saling berebut makanan sehingga saya meninggalkannya dalam keadaan malu.
Lalu saya pulang melewati tangah kota, tidak aku temukan satu tumbuhan pun, kecuali sudah didahului orang lain hingga saya sampai di Masjid Yasin Pasar Rayyahin Baghdad. Badan saya sudah lemas dan tidak kuat lagi berpegangan.
Mengikat Kaki
Ikrimah r.a. adalah hamba sahaya milik Abdullah bin Abbas r.a. Kelak Ikrimah r.a. menjadi seorang ulama yang sangat terkenal, ia berkata; “Ketika tuan saya yakni Abdullah bin Abbas r.a. mengajari saya Al Quran, hadits dan syariat agama, maka beliau mengikat kaki saya agar tidak pergi ke mana-mana sehingga sepenuhnya mendengarkan pelajaran yang beliau sampaikan”Hasil pendidikan yang diterapkan Abdullah bin Abbas r.a. telah merubah seorang hamba sahaya menjadi seorang ulama besar pada zamannya sehingga diberi gelar ‘bahrul ummah’ atau ‘hibrul ummah’. Qatadah r.a berkata: “Di antara para tabi’in yang paling banyak ilmunya hanya empat orang, salah satunya adalah Ikrimah r.a.”
Berkhidmat (Melayani)
Kisah Abdullah Ibnu Mas’ud
Abdullah ibnu Mas’ud r.a. termasuk ulama besar dan mufti di kalangan sahabat r.a. Pada permulaan islam ia ikut hijrah ke Habasyah. Ia senantiasa menyertai Rasulullah saw dan menjadi pelayan khusus beliau sehingga dijuluki shahibul na’l (tuan sandal), shahibul wisadah (tuan bantal), shahibul matharah (tuan air wudhu). Inilah gelar-gelar khusus Abdullah ibnu Mas’ud karena banyaknya berkhidmat kepada Rasulullah saw.
Dengan keberkahan berkhidmat ini maka ilmu Abdullah ibnu Mas’ud demikian cemerlang sehingga Nabi saw bersabda “Jika kalian ingin membaca Al Quran seperti bacaan ketika diturunkan maka ikutilah bacaan ibnu Mas’ud”
Dalam hadits lain Nabi saw bersabda “Jika Abdullah ibnu Mas’ud menerangkan hadits maka percayailah keterangannya”.
Menjaga Wudhu
Banyak Berdzikir
Kisah Abu Hurairah r.a. Menghafal Hadist
Abu Hurairah r.a. masuk Islam pada tahun ke 7 Hijriyah dan Rasulullah saw wafat pada tahun ke 11 Hijriyah berarti bersama Rasulullah saw hanya 4 tahun. Ibnul Jauzi menulis dalam Kitab Talqih, bahwa Abu Hurairah r.a. meriwayatkan 5374 Hadist. Ketika orang-orang bertanya “Wahai Abu Hurairah bagaimana engkau dapat menghafal begitu banyak Hadist?” Jawab Abu Hurairah r.a. “Pada umumnya kaum Muhajirin sibuk berdagang di pasar dan kaum Anshar sibuk bertani sedangkan aku adalah ahlussuffah yang miskin, selalu duduk di majelis Rasulullah saw. Aku makan jika datang makanan, aku minum jika datang minuman dan aku menerima apa adanya. Aku senantiasa berada di sisi Nabi saw ketika orang lain sedang tidak bersama beliau dan aku menghafal Hadist ketika orang lain tidak melakukannya. Hingga suatu ketika aku menemui kesulitan menghafal maka aku mengadu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda “bukalah kain selimutmu”. Maka akupun membuka kain selimutku lalu Rasulullah saw memberi isyarat dengan kedua tangannya di atas selimut itu kemudian bersabda “lilitkanlah kain ini”. Maka aku pun melilitkannya ke dadaku. Setelah kejadian itu aku tidak pernah lupa lagi. (Bukhari)
Abu Hurairah r.a. berkata “Aku selalu membaca Istighfar 12.000 kali setiap hari…” Ditangannya selalu ada tali bersimpul-simpul sebanyak seribu simpul. Dia tidak akan tidur pada malam hari sebelum menyempurnakan jumlah tersebut dengan membaca Subhanallah (tadzkir).
Istikhlas (focus)
Kisah Penuntut ilmu dari Madinah
Katsir bin Qais r.a. berkata “Pada suatu ketika, aku duduk di Majelis Abu Darda r.a. di Masjid Damsyik. Tiba-tiba datang seorang lelaki menghampiri Abu Darda r.a. lalu berkata “Aku datang dari Madinah Munawwarah”
“Apa maksud saudara datang kemari?”
“Untuk mendengar dari tuan tentang satu hadits yang aku dengar bahwa tuan telah mendengarnya langsung dari Rasulullah saw”
“Apakah saudara datang kemari sambil berdagang…?
“Tidak”
“Atau ada urusan yang lain?
“Tidak ada urusan lain, aku datang semata-mata untuk mendengarkan hadits itu dari tuan”
Kemudian Abu Darda r.a. berkata “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda bahwa barangsiapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. Para Malaikat membentangkan sayapnya karena ridha kepada penuntut ilmu. Semua makhluk di bumi akan memohonkan ampunan dan rahmat untuknya termasuk ikan-ikan di lautan. Keutamaan orang alim dengan abid adalah seperti bulan di atas bintang-bintang. Ulama adalah pewaris anbiya, dan para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham tetapi mewariskan ilmu. Sesiapa yang mengambilnya maka ia telah memperoleh kekayaan yang tidak ternilai”
Menghilangkan Rasa Malu dan Sombong
Menghargai Ilmu
Bersemangat Dalam Belajar
Mudzakarah
Harits bin Yazid r.a., Ibnu Syubramah r.a., Qa’qa r.a., dan Mughirah r.a. adalah empat orang yang senantiasa bermudzakarah tentang ilmu ba’da Isya dan tak seorang pun meninggalkan majelis hingga Subuh.
Darawardi rah.a. berkata bahwa ia pernah melihat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik rah.a. ba’da Isya duduk di Masjid Nabawi untuk membahas ilmu. Mereka terus bermudzakarah tanpa mencela, tanpa mengkiritik atau bersikap keras hingga tiba waktu Subuh, kemudian mereka shalat bejamaah di tempat itu. (Muqaddimah)
Pelajaran Ditulis
Ibnu Furat Baghdadi rah. a. adalah seorang Muhaddits besar. Ketika wafat ditemukan 18 buah peti penuh berisi kitab yang kebanyakan ditulis dengan tangannya sendiri.
Di kalangan Muhadditsin tulisannya dapat menjadi hujjah dalam kebenaran periwayatan dan ketelitian dalam penulisan.
Ibnul Jauzi rah.a. telah menjadi yatim setjak umur 3 tahun, tidak pernah pergi jauh dari rumahnya selain untuk shalat Jumat. Pernah ia berkata di atas mimbar “Aku telah menulis 2000 jilid kitab dengan jemariku ini. Lebih dari 250 kitab telah dikarangnya. Setiap hari ia membiasakan diri untuk menulis empat bab dan tidak ada waktu yang sia-sia.
Majelisnya begitu ramai senantiasa dihadiri oleh lebih dari 100.000 orang murid-muridnya. Para pejabat, para menteri dan para sultan pun ikut hadir di dalam majelisnya.
Ibnul Jauzi rah. a. berkata bahwa “Kurang lebih 100.000 orang telah berbai’at kepadaku dan sekitar 20.000 orang telah masuk Islam di tanganku.” (Tadzkirah)
Yahya bin Ma’in rah. a. adalah seorang guru hadits yang sangat terkenal di zamannya. Ia berkata bahwa ada satu juta hadits yang telah ditulis dengan tangannya sendiri.
Hafizh Ashram rah. a. adalah seorang Muhaddits. Ia berusaha sungguh-sungguh menghafal hadits. Ketika pergi haji ia mendatangi dua orang syaikhul hadits dari Khurasan. Kedua syaikh tersebut membuat dua majelis yang terpisah di Masjidil Haram. Setiap majelis diikuti banyak peserta. Hafizh Ashram duduk di antara dua majelis tersebut dan hadits-hadits dari kedua syaikh tersebut ditulis olehnya dalam waktu yang bersamaan.
Ibnu Suni rah. a. adalah murid Imam Nasa’i rah. a. Ia senantiasa sibuk menulis hadits dan menghabiskan waktunya dengan menulis hingga akhir hayatnya. Anaknya bercerita bahwa ketika ayahnya sedang menulis, ia meletakkan kalamnya ke kotak tinta lalu mengangkat kedua tanganny berdoa dan dalam keadaan seperti itulah ia wafat.
Pelajaran Didiktekan
Ketika Abu Muslim Bashri rah. a. tiba di Baghdad, ia menggunakan lapangan besar untuk mengajar hadits kepada murid-muridnya. Di antara orang-orang yang belajar ada tujuh orang yang berdiri mendiktekan apa yang telah diajarkan. Suaranya menggema seperti takbir hari raya, karena banyaknya yang hadir.
Suatu hari setelah selesai pengajaran ada yang mencoba menghitung botol tinta yang dihabiskan para muridnya ternyata jumlahnya lebih dari 40.000 botol. Ini belum termasuk yang hadir untuk mendengarkan saja.
Pelajaran Dituliskan
Pelajaran Ditulis dan Disaring
Imam Bukhari rah. a. berkata bahwa ketika menulis Kitab Shahih Bukhari ia telah menyeleksi 600.000 hadits. Lalu dipilih lagi hingga hanya berjumlah 7.275 hadits.
Setiap akan menulis ia shalat dua rakaat terlebihdahulu.
Ketika di Baghdad para Muhadditsin berusaha mengujinya dengan menetapkan sepuluh orang penguji. Setiap orang membacakan sepuluh hadits yang dipilih secara bergantian yang sebelumnya telah mereka campurkan kata-kata lain di dalam hadits tersebut.
“Aku tidak mengetahu hadits ini” kata Imam Bukhari.
Setelah mereka selesai dengan pertanyaannya masing-masing Bukhari berkata kepada yang membaca pertama bahwa “Engkau telah bertanya kepadaku hadits ini dan hadits yang engkau bacakan tadi adalah salah. Seharusnya yang benar adalah demikian. Juga kepada penanya yang kedua dikatakan demikian.
Singkatnya Imam Bukhari rah. a, telah memperbaiki seratus hadits tersebut dengan tertib dan berurutan.
Imam Muslim rah. a. mulai belajar ilmu hadits sejak usia 14 tahun. Ia berkata setelah menyeleksi di antara 300.000 hadits akhirnya tinggal berjumlah 12.000 untuk menyusun kitabku.
Abu Dawud rah. a. berkata bahwa aku telah mendengar 500.000 hadits dan setelah aku seleksi untuk ditulis di dalam kitabku jumlah menjadi 4.800 hadits.
Sejak kecil Allamah Saji rah. a. sudah menjadi ahli fiqih dan sibuk belajar ilmu hadits. Ia pernah menetap di Harat selama sepuluh tahun dan selama itu pula ia telah menulis hadits Tirmizi dengan tangannya sendiri sebanyak enam kali. Ia pernah belajar Ghara’ib Syu’bah dari Ibnu Mandah rah. a.
Menghafalkan Pelajaran
Hampir tidak ada orang yang tidak mengenal Imam Tirmizi rah. a. Ia mampu menghafal begitu banyak hadits dan itulah yang menjadi keistimewaannya. Kekuatan hafalannya tidak tertandingi. Para Muhadditsin mengujinya dengan memperdengarkan 40 hadits yang tidak begitu masyhur. Setelah dibacakan ia langsung mengulangi semuanya dengan lancar.
Tirmizi rah. a. berkata “Dalam perjalanan menuju Makkah, aku telah meriwayatkan dua juz hadits dari seorang syaikhul hadits. secara tidak sengaja aku bertemu lagi dengan syaikh itu dan aku mohon agar bersedia memperdengarkan lagi dua juz hadits itu. Syaikh itu tidak keberatan dan mengabulkan permohonanku. Dia tahu bahwa catatan hadits sebanyak dua juz telah ada padaku.
Setelah duduk di hadapannya kubawa dua juz kertas kosong. Syaikh tersebut mulai membaca. Tiba-tiba terpandang olehnya bahwa kertas yang aku bawa adalah kertas kosong. Maka ia begitu marah dan berkata “Engkau tidak tahu malu”.
Aku pun menceritakan apa yang terjadi dan kukatakan bahwa apa saja yang telah tuan baca aku ingat. Tapi ia tidak percaya dan menyuruh aku agar mengulang semua hadits yang dibacanya tadi. Maka aku pun mengulang semua hadits yang dibacanya tanpa kesalahan sedikit pun.
Ia berkata bahwa aku telah menghafal hadits-hadits itu sebelumnya. Aku katakan kalau begitu bacakan lagi 40 hadits yang lain. Maka ia pun mulai membaca 40 hadits yang baru sampai selesai, kemudian aku mengulang kembali semua hadits yang dibacanya tanpa salah.”
Abu Zur’ah berkata bahwa Imam Ahmad bin Hanbal rah. a. hafal satu juta hadits. Ishaq bin Rawaih rah. a. berkata bahwa dirinya telah mengumpulkan 100.000 hadits dan menghafal 30.000 hadits.
Khafaf rah. a. berkata tentang Ishaq rah a. bahwa ia mendiktekan kepada kami 11.000 hadits melalui hafalannya, kemudian membacakan seluruh hadits tersebut secara berurutan tanpa ada huruf yang tertinggal atau tertambah.
Mata Buta Tidak Menghalangi Belajar
Hafal Sanad dan Matan
Menghafal Cepat
Hafalan Diulang Teruskan
Hafalan Diulang Teruskan
Abu Amr Hafaf rah. a. hafal 100.000 hadits dengan hafalan yang sangat kuat. Hasyim bin Ali (Guru Imam Bukhari) ketika sampai di
Karena demikian banyak muridnya sebagian lafadz hadits yang ia ucapkan harus diulang teruskan. Seorang muridnya berkata bahwa kadangkala ia mengatakan “haddatsana Laits…” dan harus diulang sampai empat belas kali.
Minggu, 15 November 2009
Langganan:
Postingan (Atom)